top of page
Gambar penulisJimmy Sudirgo

Buku The Excellence Dividend - Tom Peters


Resensi buku excellence dividend tom peters  - pelatihan training Jimmy Sudirgo

Resensi Buku:

THE EXCELLENCE DIVIDEND, Tom Peters, Vintage Books, A Division of Penguin Random House, 2018, 495 halaman.


Bila Anda mencari tip praktis dan dapat segera dilakukan, baik untuk organisasi maupun diri Anda sendiri, untuk menghadapi kondisi disrupsi seperti saat ini dan keluar sebagai seorang pemenang; maka buku ini cocok untuk Anda. Ditulis oleh Tom Peters, yang 37 tahun lalu, bersama Bob Waterman, menulis In Search of Excellence, buku yang kemudian menjadi buku klasik manajemen dan menjadikannya sebagai manajemen guru.


Pada saat buku pertamanya itu diterbitkan, latar belakang kondisi industri di Amerika sedang menghadapi masa-masa yang sulit dan pada waktu itu menghadapi pula serbuan produk Jepang. Kebanyakan perusahaan Amerika kala itu lebih fokus pada rencana strategis yang abstrak, dan pencapaian angka-angka pada laporan keuangan saja. Sedangkan eksekutif Jepang saat itu justru menekankan pada hal yang berbeda, yakni terus menerus berusaha meningkatkan kualitas produknya dengan melibatkan semua karyawannya. Dalam In Search of Excellence, penulis memaparkan hasil risetnya atas perusahaan-perusahaan yang ekselen dan sukses kala itu yang menekankan pada hal-hal yang tepat, seperti pengembangan SDM-nya, obsesi peningkatan kualitas produk-nya, mengeksplor desain yang menginspirasi, dan mendengarkan tim engineer-nya lebih intens dibandingkan tim finance & accounting-nya.


Buku The Excellence Dividend ini, bisa dikatakan sebagai sekuel dari In Search of Excellence, yang merangkum pemikiran dan pengalaman penulis selama hampir empat dekade membantu banyak perusahaan-perusahaan untuk menjadi lebih ekselen. Saya rasa buku ini hadir di masa yang tepat. Mungkin tidak sama seperti pada era 1980an, justru menurut saya masa sekarang ini lebih tidak menentu dan semakin kompleks. Salah satu penggerak utamanya adalah perkembangan teknologi. Hasil riset dari Oxford University mengatakan bahwa dalam kurun 20 tahun ke depan, hampir 50% pekerjaan akan menghadapi resiko entah karena otomatisasi atau karena kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI). Ini yang akhir-akhir ini sering kita dengar bahwa kita sedang memasuki revolusi industri 4.0. Pada akhirnya disini kita akan bertanya pada diri sendiri, apa yang tersisa untuk dilakukan manusia, yang mesin tidak bisa melakukannya dengan baik? Dapatkah kita menghadapi disrupsi teknologi ini dan tetap relevan di tengah perubahan yang sedang terjadi?


Saya optimis kita bisa menghadapinya dan tidak memandang perkembangan teknologi sebagai musuh, namun justru sebagai mitra yang akan lebih memanusiakan manusia dalam pekerjaannya. Optimisme ini yang saya rasakan pula dalam The Excellence Dividend. Coba bayangkan, sentuhan pelayanan karyawan yang memberikan pekerjaannya dengan tulus dan membuat Anda tersenyum dan meninggalkan kesan yang mendalam di benak Anda. Saya yakin hal itu tidak bisa digantikan oleh mesin, ya kan? Sentuhan ekselen ini yang coba dikampanyekan oleh penulis ke seluruh dunia dalam 40 tahun terakhir hidupnya. Bahwa ekselen menjadi nilai hidup, yakni cara kita hidup baik sebagai profesional maupun dalam kehidupan pribadi. Ekselen adalah tindakan yang menunjukkan kita peduli, baik dengan karyawan kita sendiri, suplier maupun customer kita, hingga komunitas dimana kita hidup dan berkembang.


Buku ini bila saya ringkas dalam satu kalimat, bahwa organisasi yang selamat menghadapi jaman yang disrupsi ini adalah mereka yang berkomitmen pada keunggulan atau mutu yang terbaik dalam segala aspek internal maupun eksternal yang ada. Bayangkan hal ini sebagai perusahaan yang menjadi tempat yang menyenangkan untuk bekerja, penuh dengan energi, karyawannya loyal dan terus mempunyai semangat bertumbuh dan belajar. Pelanggan perusahaan merasa bahagia untuk berbisnis dengannya, dan dengan sukarela menceritakan keunggulan perusahaan ke teman-temannya. Komunitas sosial dimana perusahaan tersebut ada, menerimanya sebagai tetangga yang baik. Para supliernya menyambut mereka sebagai mitra yang dapat diandalkan. Pada akhirnya perusahaan memiliki profit dan pertumbuhan yang sangat baik pula. Dan, kemajuan teknologi, seperti kecerdasan buatan dan robotik, menjadikan pekerjaan manusia tetap dibutuhkan, bahkan menciptakan peluang pekerjaan-pekerjaan yang baru. Gambaran yang ideal bukan?


Bagaimana kita bisa mencapai gambaran ideal tersebut di atas? Penulis membagi buku ini menjadi enam bagian besar, mulai dari: execution, excellence, people, innovation, adding value dan leadership excellence. Saya sengaja tidak menerjemahkan enam hal di atas karena saya percaya istilah itu sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari kita di dunia kerja. Penulis dengan sangat praktis mengupas masing-masing hal tersebut, dengan ditambahkan cerita pengalaman-pengalamannya, walaupun mungkin tidak semua ceritanya kontekstual untuk kondisi di Indonesia, namun esensinya masih dapat kita ambil dan cukup relevan dengan dunia kerja kita. Yang saya lebih suka, karena penulis banyak menggunakan kutipan pemikiran dari berbagai penulis dan guru-guru hebat, yang dapat secara singkat, padat dan to the point menjelaskan makna yang ingin penulis bahas.


Bagian pertama dimulai dengan Execution. Seringkali kita terlalu banyak melakukan analisa dan analisa, namun kurang menekankan pada apa yang mesti dilakukan segera, bagaimana melakukannya dan siapa yang bertanggung-jawab. Bukan berarti analisa tidak penting, menurut saya penting sekali. Namun, kalau mau jujur seringkali kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi dan menganalisa untuk memberikan solusi yang terbaik. Namun tak kunjung diwujudkan menjadi tindakan nyata. Semboyan yang saya suka dari salah satu merk peralatan olahraga disini adalah “Just Do It”. Lakukan saja, sekarang! Kita mesti punya semangat “Can Do”. Tom Peters mengatakan bahwa eksekusi adalah strategi no.1. Pengalaman saya, seringkali tantangan banyak perusahaan bukan dalam hal menyusun strateginya, tapi bagaimana segera mengeksekusi strateginya. Kalau Anda merasakan hal yang sama, berarti kita tidak sendirian karena penulis juga mengatakan hal yang sama. Jack Welch, mantan CEO GE yang legendaris, pernah mengatakan bahwa dalam kehidupan nyata, strategi sebenarnya sangat umum dan jelas arahnya, kemudian yang penting bagaimana mengimplementasikannya dengan segala upaya mati-matian sampai menjadi terlaksana.


Selanjutnya, bagian kedua pentingnya Excellence. Ekselen adalah gaya hidup yang dilakukan dimana pun, dan kapan pun. Bukan besok saya mau ekselen, tapi harus dimulai dari saat sekarang ini juga. Setelah Anda selesai membaca buku ini, apa yang bisa Anda lakukan dalam hidup dan pekerjaan Anda dengan lebih baik lagi? Satu resep utama bagaimana ekselen akan tetap ada dalam perusahaan Anda adalah membangun budaya ekselen. Ed Schein, guru Corporate Culture, pernah mengatakan bahwa “Budaya-lah yang akan memakan strategi Anda”. Dan tugas CEO no.1 adalah membangun dan menjaga budaya ini.


SDM atau People adalah bagian pembahasan ketiga. Bagaimana caranya membuat pelanggan Anda merasakan pelayanan yang ekselen dan membuat mereka wow dan menjadi penggemar yang loyal atas produk perusahaan Anda? Utamakan SDM Anda adalah pesan utamanya disini. Bila Anda ingin karyawan kita untuk memberikan kontribusinya dengan hati dan pikirannya secara total, maka kita pun harus berkomitmen dengan hati dan pikiran untuk membantu mereka mencapai mimpi-mimpi mereka. Jadi bagaimana ada keselarasan antara mimpi yang ingin dicapai oleh perusahaan dengan mimpi orang-orang yang ada di dalamnya. Lakukan pengembangan dan pelatihan yang kontinu pada setiap SDM Anda. Training sangat penting disini. Masih banyak eksekutif yang saya temui di Indonesia masih menganggap training bukan hal penting, dan bahkan menjadi sasaran pertama yang dihapus bila ada pengetatan budget. Mindset membangun budaya pembelajaran disini, menurut saya sangat penting untuk menyiapkan perusahaan akan masa depan yang tidak menentu seperti saat ini.


Bagian keempat buku ini membahas tentang Inovasi. Prinsipnya adalah siapa pun yang mencoba lebih banyak yang akan menang. Sama artinya dengan siapa pun yang paling sering gagal yang akan menang. Maknanya disini adalah jangan menghabiskan waktu terlalu banyak di aktifitas perencanaan, namun lebih baik lebih banyak mencoba walaupun gagal tidak apa-apa. Menurut saya, disini pentingnya dibangun budaya dimana orang berani mencoba dan tidak takut dihakimi atau disalahkan ketika dia gagal. Dibutuhkan tingkat kepercayaan yang cukup disini, dan sekaligus kebebasan untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaannya. Ini akan menjadi dasar budaya inovasi.


Bagaimana obsesi untuk terus menambahkan nilai, Adding Value, menjadi pembahasan kelima disini. Dimulai dari mengembangkan diferensiasi atas desain yang memikat hati dan membangun koneksi perasaan dengan pelanggan perusahaan. Kemudian, bagaimana menekankan pada nilai tambah dari aspek pelayanan. Ada contoh nyata dimana seorang eksekutif lebih memprioritaskan percakapan twitter-nya dengan salah satu pelanggannya daripada menghabiskan jutaan dollar pada pemasangan iklan promosinya. Bagaimana sosial media menjadi hal yang penting disini. Juga bagaimana perkembangan teknologi seperti Big Data dan Internet of Thing dimanfaatkan sebagai nilai tambah bagi pelanggan.


Bagian terakhir buku ini membahas tentang perjalanan membangun keunggulan kepemimpinan (leadership excellence). Yang menarik disini, penulis tidak membahas istilah-istilah yang sering kita dengar ketika berbicara tentang topik kepemimpinan, seperti visi, otentik, disrupsi maupun transformasi. Justru yang saya suka adalah bagian ini lebih mengupas secara praktis ide-ide yang dapat langsung kita lakukan untuk meningkatkan efektifitas kepemimpinan kita hari ini. Salah satunya adalah mengembangkan kemampuan mendengarkan dengan aktif (listening) sebagai pondasi utama kepemimpinan yang efektif. Walaupun saya belum pernah bertemu secara langsung dengan Tom Peters, namun yang menarik kami sama-sama mempunyai belief yang sama bahwa kemampuan mendengarkan secara aktif sangat penting dalam kepemimpinan. Ini menjadi salah satu keahlian penting yang perlu kita kembangkan untuk meningkatkan Conversational Intelligence (C-IQ), sebuah kecerdasan yang secara alamiah sudah ada di dalam diri kita semua. C-IQ menjadi topik yang menarik perhatian saya dan telah saya bagikan dalam dua tahun terakhir ini di Indonesia.


Demikianlah rangkuman singkat dari buku ini. Saya bersyukur mendapat kesempatan belajar dari Tom Peters, sang guru dan kemudian bisa berbagi dengan Anda. Semoga semangat yang ditularkan dari The Excellence Dividend ini mendorong kita dimanapun kita sedang berkarya saat ini, baik dalam kehidupan profesional maupun pribadi, untuk melakukan yang terbaik di setiap aspek kehidupan kita dan terus-menerus belajar untuk menjadi lebih baik. Amin. *)




328 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page