Saya percaya saat Anda membaca judul tulisan ini berarti Anda seperti saya, yang ingin tahu mengapa sih seringkali kita tidak mencapai goal (sasaran) yang diinginkan di organisasi kita. Padahal kita sudah menginvestasikan waktu, tenaga, biaya untuk menyusun goal tersebut, dan merumuskan pula strategi atau cara untuk mencapainya. Apa yang salah ya?
Yuk, mari kita renungkan tujuh hal dibawah ini. Mungkin mereka menjadi alasan kenapa goal yang kita inginkan belum tercapai.
1. Goal tidak jelas, tidak spesifik dan tidak terukur
Misalnya kita ingin kondisi perusahaan lebih baik tahun ini. Goal ini tidak jelas karena lebih baik itu seperti apa. Apakah itu kenaikan penjualan, kualitas produk, jumlah produksi, kualitas pelayanan, atau apa? Nah, apabila goal ini direvisi misalnya menjadi “Meningkatkan rekor penjualan kuartal kedua menjadi tertinggi sepanjang tahun 2020”, tentu lebih jelas dan spesifik ya.
Pertanyaan selanjutnya bagaimana kita tahu bahwa goal tersebut telah tercapai? Disini pentingnya tolak ukur yang jelas bahwa goal tadi telah tercapai. Misalnya kenaikan penjualan 20% dibanding tahun lalu, atau jumlah produksi mencapai 90% kapasitasnya, atau index kepuasan pelanggan menjadi 4,5 dari nilai maksimal 5, dan seterusnya.
Bila Anda terbiasa menggunakan sistem KPI (Key Performance Indicator), tolak ukur di atas dapat menjadi ukuran-ukuran yang dimonitor. Bila Anda menggunakan sistem OKR (Objectives & Key Results), maka goal itu adalah Objectives yang ingin dicapai dan tolak ukurnya disebut Key Results.
2. Goal tidak disusun prioritasnya
Kemungkinan berikutnya kita sudah punya goal yang spesifik, jelas dan terukur. Namun terlalu banyak sasaran yang kita inginkan dalam satu periode tersebut. Pengalaman saya menfasilitasi banyak strategy summit (sebuah even tahunan untuk mereview kinerja, dan merumuskan sasaran dan strategi tahun berikutnya) awalnya seringkali menghasilkan banyak prioritas yang ingin dilakukan. Bahkan sampai lebih dari sepuluh inisiatif strategis dalam setahun.
Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa “If everything is important, nothing is important”. Bila semua hal dianggap penting, maka mungkin tidak ada yang penting. Solusinya disaring lagi dan pilihlah yang terpenting dari yang penting, alias what matters most, yang akan memberikan dampak terbesar bagi organisasi Anda.
Idealnya pilih lima terpenting, bahkan hanya tiga terpenting. Jumlah disini tergantung di level mana goal tersebut disusun. Bila di level korporasi mungkin lebih banyak dibandingkan di level departemen atau tim. Prinsipnya disini less is more. Guru saya Marshall Goldsmith, seorang executive coach #1 di dunia, bahkan pernah mengatakan “Do one at a time”, beliau menyarankan pilihlah Top no.1 hal terpenting yang akan Anda lakukan terlebih dahulu. Bila telah selesai baru lanjut ke hal terpenting berikutnya. Mungkin saran ini bisa kita coba ya
3. Tidak ada alasan yang kuat mengapa Goal itu ingin dicapai
Seringkali kita menyusun goaltapi tidak memikirkan mengapa orang lain harus mendukung pencapaian goal tersebut. Disinilah alasan yang sangat kuat atau dalam istilah Simon Sinek disebut faktor Why. Mengapa hal tersebut harus dilakukan. Bila goaltersebut bisa dihubungkan dengan value, belief bahkan hingga identitas dan alasan spiritual seseorang, tentu akan lebih dahsyat lagi dampaknya untuk mengerakan orang lain mendukung pencapaian goal tersebut.
Misalnya goal tersebut harus dicapai, karena bila tidak maka kita akan dilibas oleh perubahan jaman dan akhirnya perusahaan tutup yang mengakibatkan banyak karyawan kehilangan sumber nafkahnya. Dampak akhirnya tidak bisa menghidupi keluarganya dengan layak. Nah, dengan menyusun narasi atas urgensi goal tersebut seperti di atas dapat menjadi alasan yang kuat mengapa goal tersebut harus dicapai.
4. Goal terlalu besar sehingga membuat demotivasi
Alasan berikutnya mungkin goaltersebut terlalu besar atau istilahnya google disebut moonshots (menembak rembulan) dan bukannya memotivasi melainkan justru sebaliknya demotivasi, karena anggota tim tidak percaya diri apakah sanggup untuk mencapainya. Disini bukan tidak boleh mempunyai goal yang inspirasional.
Solusinya justru memotong-motong goal yang besar itu dalam beberapa periode waktu atau milestonese hingga lebih mungkin untuk dicapai. Pencapaian-pencapain kecil akan menjadi quick win yang akan meningkatkan rasa percaya diri dan membangun semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
5. Goal tidak dikomunikasikan secara komprehensif dan intensif
Goal maupun strategi yang dicanangkan hanya diketahui oleh top manajemen saja. Dari pengalaman saya hal ini sering terjadi. Yakni semakin ke bawah levelnya dari pucuk pimpinan perusahaan, semakin tidak jelas mengetahui apa prioritas goal terpenting dari top manajemen perusahaan. Alat ujinya sederhana saja. Coba tanyakan pada staf Anda apa yang menurutnya menjadi prioritas terpenting di perusahaan? Bila dia bisa menjawab dengan baik dan sesuai dengan ekspetasi berarti Anda berhasil mengkomunikasikannya dengan baik. Bila tidak, maka Anda perlu lebih intens lagi melakukannya.
Jadi solusinya gunakan semua saluran komunikasi yang ada dalam organisasi untuk menyampaikan prioritas terpenting yang menjadi fokus bersama. Lakukan secara intensif sampai Anda yakin semua insan dalam organisasi telah mempunyai pemahaman yang sama.
6. Goalnya ada tapi tidak ada action plan-nya
Ini sama dengan ‘omdo’ alias ‘omong doang’. Goal tanpa diiringi rencana tindakan sama artinya dengan angan-angan saja. Disinilah perlu inisiatif untuk mewujudkan goal tersebut. Apa tindakan nyata yang akan dilakukan. Setelah mempunyai action plan yang jelas, lakukan dan terus monitor tindakan tersebut apakah membawa kita semakin dekat dengan goal yang kita inginkan.
Dalam OKR ini adalah tool terpenting, yakni proses check-up berkala. Saran saya dilakukan rutin mingguan. Salah satu keunggulan yang membuat mengapa OKR begitu hebat adalah monitoring berkala ini. Yang perlu kita hati-hati disini adalah hal-hal yang urgen biasanya seringkali tidak penting. Jadi pentingnya komitmen untuk memantau tindakan yang ada dan tetap disiplin memprioritaskan waktu untuk hal yang penting saja.
7. Terlalu cepat menyerah alias tidak ulet
Bila semua hal di atas telah tersedia, mungkin penyebab kegagalan kita tidak mencapai apa yang kita inginkan karena kita kurang ulet. Tahu singkatan ulet? Ulet akronim untuk ‘usaha luar biasa ekstra tekun’. Nah, apakah kualitas ulet ini ada di dalam diri kita dan anggota tim?
Solusinya dengan menanamkan keyakinan bahwa bila kita belum sukses artinya masih belajar. Manfaatkan tool OKR check-up berkala di atas sebagai kesempatan untuk menanamkan pola pikir yang berdaya tersebut bahwa tidak ada kata gagal, yang ada hanya sukses atau belajar.
Terakhir, lakukanlah evaluasi diri bersama-sama anggota tim. Yakni apa hal efektif yang sudah kita lakukan dan apa hal yang kurang efektif yang bisa kita ambil pembelajarannya. Bila kita rutin melakukan evaluasi diri ini terus-menerus, yakinlah kita akan menjadi semakin sukses.
Saya percaya kesuksesan itu meninggalkan jejak yang bisa kita pelajari. Demikian pula perusahaan-perusahaan paling inovatif di dunia mulai dari Intel, Google, Linkedln, Amazon, Airbnb, Spotify dan masih banyak lagi; pasti meninggalkan jejak kesuksesan yang bisa kita petik pelajaran darinya. Salah satunya, mereka sama-sama menggunakan sistem manajemen OKR.
Apa itu OKR sih? OKR (Objectives & Key Results) adalah kerangka goal management dan sekaligus manajemen kinerja. OKR adalah alat untuk menerjemahkan visi organisasi menjadi realitas sehari-hari. OKR akan membantu Anda untuk lebih fokus pada hal-hal terpenting dalam usaha Anda, menyelaraskan kinerja tim Anda, dan meningkatkan rasa engagement yang ada, sesuai untuk kondisi lingkungan yang sangat dinamis seperti saat ini.
OKR hadir menjadi resep sukses yang merangkum dan menawarkan solusi mengatasi ketujuh penyebab kegagalan-kegagalan yang telah kita bahas di atas tersebut. Bahkan seorang Larry Page, founder Google, pernah mengatakan bahwa OKR mempunyai andil membawa pertumbuhan bisnisnya puluhan kali lipat hingga kini. OKR membantunya untuk fokus pada hal terpenting yang menjadi prioritas Google.
OKR telah dipakai tidak hanya di perusahaan teknologi saja, bahkan relevan pula diterapkan untuk industri-industri umum lainnya. Popularitas OKR semakin menjadi tren di dunia semenjak John Doerr menerbitkan bukunya ‘Measure What Matters’ di 2017 silam. Tren ini saya amati semakin bertumbuh juga di Indonesia. Banyak perusahaan yang melakukan in-house training OKR untuk belajar mengimplementasikannya.
Nah sekarang, bayangkan seandainya Anda pun menggunakan OKR di perusahaan Anda, mungkinkah tahun ini akan menjadi tahun transformasi untuk organisasi Anda?
Ya tentu jawabannya tergantung, apakah Anda ingin berubah atau tidak?
Bagaimana pendapat Anda?
#OKR #pelatihanOKR #trainingOKR #workshopOKR #seminarOKR #johndoerr #ObjectivesKeyResults #strategyexecution #strategyintoaction #apaituOKR #sejarahOKR #pengertianOKR #caramenggunakanOKR #objectives #keyresults #JimmySudirgo
Comments