top of page
Gambar penulisJimmy Sudirgo

Mengapa Leader Jaman Now Butuh C-IQ

Mengapa CIQ Conversational Intelligence menjadi trend - Training Pelatihan Kepemimpinan Jimmy-Sudirgo

Selama ini kita mengenal berbagai tipe kecerdasan. Mulai dari kecerdasan intelektual (IQ), hingga kecerdasan emosional (EQ). Masing-masing kecerdasan ini memberikan suatu kemampuan yang unik demi kesuksesan diri kita. Kini, ada satu lagi tipe kecerdasan yang bersifat universal dan berbeda dari tipe-tipe diatas, yang sebenarnya telah dimiliki oleh setiap orang namun belum disadarinya. Yakni, Conversational Intelligence, atau disingkat C-IQ. Ini adalah rangkaian tulisan pelatihan leadership dengan C-IQ semoga bermanfaat untuk Anda.


Istilah ini pertama kali dikenalkan pada akhir 2013 oleh Judith Glaser. Conversational Intelligence bersumber dari hasil riset dan terobosan terbaru dari ilmu neurosains, yaitu bidang ilmu yang mempelajari tentang otak dan bagaimana perilaku kita dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak.


Majalah Inc., majalah terkemuka di Amerika dalam bidang entrepreneurship, pada 2016 menobatkan C-IQ sebagai salah satu dari Top 5 Tren Bisnis Terbesar yang berpengaruh dalam keunggulan bersaing di masa kini dan mendatang. Semenjak itu, semakin banyak orang di seluruh dunia yang mempelajarinya dan semakin banyak dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan kelas dunia.


Mengapa para pemimpin di jaman now ini, membutuhkan C-IQ? Dan mengapa Conversational Intelligence ini menjadi salah satu top tren bisnis terbesar?


Hasil riset yang pernah dimuat di Harvard Business Review (Maret 2016) dengan judul “The Most Important Leadership Competencies, According to Leaders Around the World”, menyimpulkan 10 kompetensi terpenting yang dimiliki seorang leader (pemimpin) yang efektif, yakni:


  1. Standar moral dan etika yang tinggi

  2. Mempunyai Goal dengan pedoman atau arah yang fleksibel

  3. Mengkomunikasikan harapan dengan jelas

  4. Fleksibel dalam mengubah pendapatnya

  5. Berkomitmen dalam pelatihan timnya yang terus-menerus

  6. Terbuka dan komunikatif

  7. Terbuka atas ide dan pendekatan yang baru

  8. Merasakan “sukses” ataupun “gagal” bersama-sama

  9. Membantu timnya bertumbuh menjadi pemimpin generasi berikutnya

  10. Menyediakan lingkungan yang “aman” untuk orang berani mencoba dan berbuat salah


Dalam kepemimpinan (leadership) yang efektif, seorang leader harus mempunyai etika dan moral yang tinggi. Pemimpin diharapkan mempunyai kemampuan dalam hal pengorganisasian diri yakni memastikan kebutuhan setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan organisasi. Leader juga mesti mempunyai growth mindset, kondisi pikiran yang terbuka untuk learn, unlearn dan relearn hal-hal yang baru.


Untuk menjadi pemimpin yang sukses di jaman now ini dibutuhkan leader yang secara konstan terus beradaptasi dengan perubahan. Tidak hanya itu saja, pemimpin diharapkan untuk mencetak pemimpin berikutnya (leader create leaders) melalui pembelajaran dan pengembangan yang terus-menerus.


Dan untuk mengikat semua hal di atas, seorang leader juga perlu menumbuhkan rasa memiliki, akuntabilitas dan koneksi yang kuat sebagai sebuah tim, untuk mencapai visi yang diinginkan bersama. Ibaratnya, seperti anak tangga paling dasar dalam Tangga Sukses Leadership.


Leader yang memegang standar moral dan etika yang tinggi menunjukkan komitmennya pada rasa adil (fairness), integritas dan menghormati nilai-nilai yang ada di dalam organisasi. Demikian pula, pada saat pemimpin mengkomunikasikan harapan atau ekspektasinya dengan jelas kepada setiap anggota timnya, hal itu akan memastikan bahwa setiap orang berada dalam pemahaman yang sama alias sinkron.


Salah satu indikator sederhana untuk mengetahui hal ini, kita bisa bertanya ke anak buah kita apakah mereka bisa menceritakan dalam satu kalimat yang singkat "Apa yang diharapkan oleh atasan (pemimpin) mereka atas kinerjanya?"


Kalau mereka bisa menjawab dengan baik, berarti Anda sebagai leader telah berhasil mengkomunikasikan harapan tersebut. Seringkali yang terjadi, anggota tim tidak jelas apa yang diharapkan leader-nya dari diri mereka. Mereka hanya melakukan rutinitas pekerjaannya saja.


Bila kita cermati, dari kesepuluh kompetensi leadership (kepemimpinan) di atas, minimal enam dimensi berkaitan dengan komunikasi yang efektif. Dan, untuk membangun semua kompetensi leadership (kepemimpinan) tersebut di atas, dibutuhkan lingkungan yang aman dan penuh dengan kepercayaan (trust), dimana orang-orang yang ada di dalamnya bisa mengekpresikan dirinya dengan bebas. Dalam lingkungan ini, karyawan merasa rileks, dan akhirnya memicu bonding (keterikatan) dengan timnya, mendorong inovasi, kreatifitas dan pengambilan keputusan yang lebih bijak.


Semua kualitas di atas ini dapat kita miliki, bila kita sebagai pemimpin mengembangkan Conversational Intelligence (C-IQ) di segenap area kerja kita. Dalam Conversational Intelligence (C-IQ) kita belajar bahwa untuk membangun budaya kerja (organizational culture) dengan kualitas yang kita inginkan, dimana orang-orang berfokus pada peningkatan kinerja demi mencapai visi, misi dan sasaran organisasi; hal ini tergantung dari kualitas relasi atau hubungan dari orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Dan, kualitas relasi ini tergantung dari kualitas percakapan atau komunikasi yang terjadi sehari-hari diantara orang-orang yang ada.

Apa yang membedakan Conversational Intelligence (C-IQ) dengan pelatihan komunikasi yang selama ini kita kenal ataupun pelatihan kepemimpinan (leadership training) yang mungkin kita pernah belajar sebelumnya?


Ibaratnya membangun rumah, Conversational Intelligence adalah pondasi kepemimpinan yang sangat penting. Semakin dalam dan kokoh pondasi ini, maka semakin efektif bangunan kepemimpinan di atasnya berdiri. Tanpa C-IQ, berbagai pelatihan kepemimpinan yang lain menjadi kurang efektif.


Conversational Intelligence (C-IQ) menyediakan tools dan strategi bagaimana kita bisa meningkatkan komunikasi yang lebih efektif, berdasarkan perkembangan terbaru dari ilmu neurosains. Jadi C-IQ mengupas lebih dalam bahwa percakapan kita itu tidak hanya sekedar pertukaran data atau informasi saja, namun ada dinamika yang terjadi di dalam otak manusia. Komunikasi yang terjadi dapat mempengaruhi mindset, termasuk cara kita berinteraksi dengan orang lain, bahkan dapat mempengaruhi kondisi fisik dan kesehatan seseorang. Kualitas percakapan Anda bisa mempengaruhi kesehatan Anda.


Dengan meningkatkan kemampuan Conversational Intelligence (C-IQ), maka kita bisa mempunyai kualitas percakapan yang lebih sehat dan efektif dalam menghadapi tantangan jaman now ini.


Orang bijak mengatakan “Mulutmu, Harimaumu”. Saya rasa pepatah ini sekarang menjadi semakin jelas dengan adanya Conversational Intelligence (C-IQ). Jadi mulai sekarang, kita sebagai pemimpin mesti lebih berhati-hati dengan apa yang Anda tulis dan katakan. Dari situ, Anda bisa menciptakan musuh atau kawan. Dan, akhirnya membentuk kualitas budaya kerja yang ada di organisasi kita.


Bagaimana pendapat Anda?





Cover Image by Colin Behrens


956 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page